3/26/07

Padang rumput sumber biofuel unggulan masa depan.

Kebanyakan orang sudah semakin menyadari bahwa energi alternatif pengganti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor di masa depan harus segera ditemukan dalam waktu dekat. Akan tetapi, darimanakah energi alternatif ini akan didapat? hidrogen? Biofuels yang terbuat dari jagung dan kacang?
Para peneliti dari Universitas Minnesota berpendapat bahwa campuran dari rerumputan padang rumput adalah sumberbiofuels yang paling baik. Mereka meyakini pendapat bahwa bahan bakar yang terbuat dari biomass padang rumput adalah bahan bakar yang ‘karbon negatif’, maksudnya bahwa dengan menggunakan biomass padang rumput akan mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer. Lain halnya dengan menggunakan ethanol jagung atau biodiesel kedelai yang merupakan ‘karbon positif’, yaitu penggunaannya akan menambah kadar karbondioksida pada atmosfer. Para peneliti tersebut bahkan berpendapat bahwa dengan memproduksi bahan bakar yang terbuat dari rerumputan di tanah/ladang yang sudah tidak layak tanam untuk pertanian, akan mengurangi emisi karbondioksida global sampai 15%. Walaupun pendapat ini tentu saja masih mendapatkan sanggahan dari ahli lainnya.

David Tilman, seorang profesor ekologi dari Universitas Minnesota dan direktur dari Cedar Creek Natural History Area, merupakan ketua dari proyek riset ini. "Biofuels yang dibuat dari campuran keanekaragaman tanaman padang rumput bisa mengurangi pemanasan global dengan menyingkirkan karbon dioksida dari atmosfer." Juga kalau ditanam di atas tanah tidak subur, mereka bisa menyediakan sebagian besar keperluan energi global, dan membiarkan tanah yang subur untuk produksi makanan, ujar Tilman.
Berdasarkan pada 10 tahun penelitian di Cedar Creek Natural History Area, studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tanah pertanian yang ditanami dengan campuran tanaman padang rumput yang sangat bermacam-macam dan tanaman berbunga lain menghasilkan 238 persen lebih banyak bioenergi rata-rata, daripada lahan sama yang ditanami dengan berbagai tanaman padang rumput satu spesies, termasuk monocultures switchgrass.
Sebab dasar mengapa keaneka-ragaman hayati menyebabkan efisiensi yang lebih baik daripada monocultures sangat mudah untuk dimengerti: beberapa tanaman tumbuh selama musin semi sedangkan yang lain bertambah besar pada musim lain, oleh sebab itu mereka 'melengkapi' satu sama lain.

Apabila semua orang memperhitungkan pertumbuhan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan selama pertumbuhan, proses memanen, mengangkut dan mengubah tanaman ke dalam bahan bakar — serta karbon dioksida yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar— dan membandingkannya dengan jumlah karbondioksida yang dihirup oleh tanaman-tanaman tersebut selama proses pertumbuhan, padang rumput memiliki efisiensi 6-16 kali lebih baik daripada biji-bijian jagung ethanol atau biodiesel.
Ini adalah perkembangan sangat besar, dan lebih baik lagi karena rerumputan bisa berkembang dan tumbuh di daerah/ladang yang sudah tidak layak lagi untuk digunakan sebagai lahan pertanian.
Kesimpulannya, dengan menanam beraneka ragam tanaman (rerumputan) diatas 500.000.000 hektare lahan yang sudah tidak layak pakai untuk pertanian, di seluruh dunia, akan bisa menggantikan sekitar 13% dari konsumsi minyak global, dan mengurangi sekitar 15% dari emisi karbon dioksida, taksiran Tilman dan koleganya.


Sumber: Ragam info web / Husnul KH

No comments: